Deklarasi Cinta pada Sastra: Nandika Putra, Guru Seni dari SMKN Leuwiliang Bogor yang Hobi Bercerita Puisi di Warkop

Deklarasi Cinta pada Sastra: Nandika Putra, Guru Seni dari SMKN Leuwiliang Bogor yang Hobi Bercerita Puisi di Warkop


Rapat Wartawan, Rahmat Hidayat


, LEUWILIANG

– Nandika Putra, seorang pengajar seni dari SMKN Leuwiliang Bogor, memang sangat menyukai karya sastra berupa puisi.

Bukan hanya berkecimpung dalam penulisan, dia yang lahir 27 tahun silam dan alumni dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) di Bandung ini juga senang memperdengarkan karya sastra bertemakan puisi.

Menariknya, dia tidak membacakan puisi di teater atau tempat seni lainnya, tetapi justru di kedai-kedai kopi dan tempat nongkrong.

Nandika menyebut bahwa tindakan tersebut diambil guna mempererat hubungan antara dia dan kawan-kawannya melalui puisi.

Menurutnya, puisi sebenarnya dekat. Puisi bisa ditemui dalam percakapan kedai kopi, dalam keluhan supir angkutan umum, saat merangkul sang ibu, dan juga terlihat pada keringat para petani.

Dia tinggal di gang-gang sepi, tempat ia berkomunikasi melalui pandangan mata dan meneteskan air mata tanpa bunyi. Sedangkan puisi juga berkeliaran di Pasar, dalam tawanya para anak-anak serta desisan Ibunya saat sedang memasak.

Sebab puisi merupakan jiwa dari kehidupan itu sendiri.

“Mengapa, saat itu aku sedang menikmati sajak dalam kedai kopi, di pinggiran jalan, di trotoar, di lingkungan sekolahku sebagai seorang pendidik, memperkenalkan puisi pada kehidupan sehari-hari, serta berbagai lokasi lainnya yang kuinginkan untuk dikunjungi selain teater,” ungkap Nandika Putra kepada , Selasa (20/5/2025).

Satu per satu ejekan muncul ketika Nandika mulai meningkatkan popularitasnya di bidang penyairannya.

Dia sering dijuluki sebagai orang yang terlalu berlebihan atau lebay oleh teman-temannya.

Sebenarnya, puisi yang ia bacakan tersebut tidak hanya berfokus pada cinta, emosi, dan kesedihan.

Puisi yang dia bacakan mengangkat tema sosial serta politik.

“Maka saya hadir untuk mengungkapkan bahwa puisi tak sekadar berfokus pada cinta, tapi juga menyinggung masalah sosial. Dampaknya sangat signifikan terhadap perubahan,” katanya.

Nandika kemudian menyadari bahwa sastra puisi kurang diminati oleh orang sekitarnya serta kawan-kawannya.

Menurutnya, ruang untuk menyimak puisi kelihatan sempit.

Ia meyakini yang membuat puisi tidak populer adalah karena cara pandang terhadap puisi tersebut dan cara orang orang mengemas puisi tersebut kurang baik.

“Makanya ruang yang saya pakai adalah ruang yang sangat dekat, saya baca puisi di tongkrongan, di warung kopi, di jalan, di lingkungan sekolah, saya buat puisi itu lebih dekat tidak berjarak,” ujarnya.

Nandika terus melaju. Kegemaran membaca puisinya ia buat dalam bentuk konten media sosial.

Media sosial pun membantu Nandika untuk menyebarluaskan puisi.

Sekarang dia dengan tekun menghasilkan materi di mana ia tampaknya tengah menyimak sebuah sajak.

“Mulai dari Ramadhan tahun 2025, saya mulai rutin membagikan karya sastra berupa puisi setiap minggunya sekali. Hal tersebut akhirnya membakar semangat dalam diriku untuk tetap menyuarakan pandangan hidupku lewat kata-kata di dalam puisi. Menyenangkan rasanya bahwa Sang Pencipta serta alam raya merespon positif upayaku ini; jumlah pengikut media sosial ku meningkat pesat, lalu aku pun memaksimalkan kesempatan emas ini,” jelasnya.

Dia juga akan tetap jatuh cinta dengan sastra. Isi postingan puisinya di media sosialnya akan selalu diperbarui.

Dia tak mempedulikan celaan yang ditujukan padanya.

“Netizen tentunya memiliki pendapat yang bervariasi, namun jika kita merata-ratakannya, sekitar 75% menunjukkan dukungan positif, sementara sisanya 25% masih skeptis dan sering kali menyertakan kritik pedas tentang isu-isu tertentu. Mereka bertanya ‘kamu siapa? Apa saja yang sudah kamu lakukan bagi negara ini?’ Saya menerima semua celaian tersebut sebagai bagian dari perjalanan menuju perkembangan diri dalam menjalani profesi sebagai penyair-aktor,” jelasnya.

Capaian dalam Dunia Recital Puisi

Nandika telah menyukai sastra puisi sejak tahun 2013.

Ia pun menjuarai berbagai macam lomba mulai dari FLS2N sampai tingkat Jabodetabek.

“Saya memenangkan gelar juara 1 dalam lomba membacakan puisi tingkat Kota Bogor dan Kabupaten pada tahun 2014 dan 2015 di FLS2N. Saya juga meraih posisi pertama di tingkat Jabodetabek yang diselenggarakan oleh Universitas Pakuan pada tahun 2015, serta menjadi pemenang utama di Festival Seni Kota Bogor pada tahun 2016,” jelasnya.

Di samping itu pula, Nandika dikenal luas sebagai pemain drama panggung.

Dia pernah menerima anugerah sebagai pemeran dan sineas terbaik dalam dunia panggung.

“Dan capaian saya dalam menghasilkan karya sastra berupa puisi yang menjadi viral dengan hampir 2 juta viewer serta ratusan ribuan likes,” katanya.

Baginya prestasi merupakan suatu hadiah tambahan. Dia akan tetap menggemari sastra puisi.

“Perjalanannya sangat jauh dan proses kreatifnya membutuhkan waktu yang cukup lama, sejak tahun 2013 saya terus melanjutkannya. Namun, hal tersebut merupakan bonus dalam perjalanan saya,” tegasnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *