Ini Alasan BMKG: Matahari Terik Siang, Hujan Deras Malam - Penjelasannya!

Ini Alasan BMKG: Matahari Terik Siang, Hujan Deras Malam – Penjelasannya!



, JAKARTA — Beberapa hari ini, kondisi cuaca di wilayah Jabodetabek menunjukkan keadaan yang panas selama siang hari tetapi berubah menjadi hujan di waktu malam.

Wakil Jurubicara Bidang Komunikasi BMKG Dwi Rini Endra Sari menyebut bahwa saat ini sejumlah area di Jabodetabek tengah memasuki fase transit atau pertukaran antara musim hujan menuju musim kering.

Masa ini sering dijuluki sebagai waktu pancaroba. Di dalam rentangan tersebut, curah hujan biasanya muncul dari sore ke malam hari, diprakarsai oleh suhu udara panas sejak pagi sampai tengah hari sehingga mengganggu stabilitas atmosfir. Pelembapan permukaan tanah yang signifikan bisa mendorong timbulnya awan-awan konvektif, terutama Awan Cumulonimbus (Cb), yang memiliki potensi untuk menciptakan hujan deras bersama petir/kilat serta angin kencang.

“Dalam kondisi tersebut, kemungkinan besar akan muncul angin puting beliung. Ciri-ciri curah hujan selama masa transisi biasanya tak seragam; bisa berintensitas sedang sampai deras dan kerap diikuti oleh petir atau kilat serta angin yang kuat,” jelasnya saat ditemui Bisnis, Jumat (16/5/2025).

Musim kemarau di area Jabodetabek akan beragam mulai bulan April sampai Juni tahun depan, yaitu 2025. Di daerah Jakarta bagian utara, Bekasi, serta Tangerang diperkirakan akan memasuki musim kering pada akhir April 2025. Sedangkan untuk wilayah Tangerang Selatan, prediksinya adalah menjelang akhir Mei 2025. Bagi beberapa zona seperti jakarta pusat, jakarta barat yang ada disebelah selatan, jakarta timur, jakarta selatan, depok, sejumlah kabupaten bogor, dan juga beberpa kotamadya bogor, periode ini diduga baru muncul antara tengah hingga akhir juni 2025 nanti.

“Cuaca ekstrem di area Jabodetabek memiliki potensi untuk terus terjadi selama satu minggu ke depan. Setelah itu, intensitas hujannya diperkirakan akan mereda mulai akhir Mei sampai awal Juni nanti,” jelasnya.

Berdasarkan laporan iklim paling baru, diperkirakan ada 403 Wilayah Musiman (WIMO), yang mencakup kurang lebih 57,7% dari area di Indonesia, bakal menghadapi masa kemarau mulai bulan April sampai Juni tahun 2025. Meski demikian, selama beberapa minggu belakangan ini, warga tetap menemui suhu udara hangat dan matahari bersinar cerah pada waktu siang hari serta turunya hujan saat petang atau malam hari.

Keadaan atmosfir yang tidak stabil selama periode peralihan ini cenderung menghasilkan pembentukan awan konvektif seperti cumulonimbus. Awan-awan tersebut bisa menimbulkan kondisi cuaca ekstrem antara lain hujan deras, kilat, angin kencang, dan bahkan badai salju.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa tren pemanasan global saat ini semakin mencemaskan. Negara kita pun tengah berada di titik penting untuk menghadapi akibat dari perubahan iklim. Dia menjelaskan bahwa peningkatan suhu serta fenomena cuaca ekstrem yang makin kerap, misalnya banjir dan kemarau, turut memengaruhi beberapa bidang, antara lain keberlanjutan sumber daya air dan produksi pangan.

“Peningkatan suhu rata-rata yang dicatat pada tahun 2024 menjadi 27,52°C, di mana anomali suhu tahunannya mencapai +0,81°C jika dibandingkan dengan periode normal, hal ini mengindikasikan pola pemanasan global yang cukup memprihatinkan,” katanya.

Data dari BMKG menandakan bahwa temperatur atmosfer di Indonesia semakin naik, dimana mayoritas daerah mengalami suhu sering kali melebihi persentil ke-95 sepanjang tahun ini.

Kereta api ini bisa memperburuk efek dari pemanasan global, yang nantinya bakal muncul sebagai kondisi cuaca luar biasa, seperti banjir ataupun kemarau.

“Masalah utama yang kami hadapi adalah kelangkaan suplai air yang melimpah pada masa hujan tetapi menjadi sangat kurang ketika diperlukan di musim kering,” katanya.

Untuk menanggulangi prediksi tersebut, ada dua pendekatan utama dalam merespons krisis air yang semakin parah, yaitu pemugaran sungai serta pengepungan air hujan. Keduanya perlu dijalankan dengan koheren dan didasari oleh data ilmiah yang akurat.

Dwikorita pun menekankan bahwa jika tidak ada usaha yang sungguh-sungguh serta direncanakan dengan baik untuk memanajemen sumber daya air, pengaruh dari perubahan iklim bakal semakin dirasai oleh warga, khususnya bagi mereka yang berdomisili di daerah-daerah yang telah merasakan kelangkaan air minum.

“Pemulihan Sungai bisa meregenerasi ekosistem aliran air yang telah rusak; hal ini secara bertahap akan meningkatkan kemampuan sungai dalam menyimpan serta mengalirkan air dengan efektif. Di sisi lain, pengepulan air hujan mungkin merupakan jawaban taktis untuk menghadapi masalah kelangkaan air, terlebih lagi bagi wilayah-wilayah rentan terjadinya kekeringan. Melalui proses pengumpulan air hujan, kita berpotensi mengurangi ketergantungan pada cadangan air permukaan yang semakin sedikit karena dampak dari perubahan iklim,” paparnya.

Dia menilai perubahan iklim bukan hanya masalah jangka pendek, melainkan tantangan besar yang harus dihadapi dengan pendekatan jangka panjang. Oleh karena itu, perlu strategi pengelolaan air yang lebih cerdas dan adaptif, serta melibatkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *