, JAKARTA — Sejumlah emiten di sektor tambang batu bara, logam, hingga mineral telah melaporkan kinerja keuangan sepanjang kuartal I/2025. Beberapa emiten tercatat membukukan kinerja yang berkilau, di saat yang lainnya mencetak kinerja negatif.
Awan mendung menyelimuti sebagian besar emiten batu bara sepanjang tiga bulan pertama 2025. Penurunan kinerja laba bersih terdalam hingga Minggu (4/5/2025) dicatatkan oleh PT Indika Energy Tbk. (INDY).
INDY membukukan laba bersih sebesar US$2,89 juta, ambrol 85,59% dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$20,11 juta.
Sementara itu, pendapatan INDY pada kuartal I/2025 tercatat sebesar US$489,5 juta, yang juga turun 13,7% secara tahunan dari US$567,3 juta.
Manajemen
INDY
menjelaskan penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata batu bara. Â Sementara itu, penurunan pendapatan disebabkan oleh penurunan kontribusi dari Kideco karena penurunan harga jual rata-rata (ASP) dan Indika Indonesia Resources karena volume perdagangan yang lebih rendah.
Pada kuartal awal tahun 2025, yakni tiga bulan pertama, persentase kontribusi penerimaan pajak dari bidang bukan batu bara mencapai 18,0%. Angka ini menggambarkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan 8,5% di masa yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Eksekutif INDY Arsjad Rasjid menyatakan bahwa selama triwulan III/2025, perusahaan terus mempertahankan tingkat produksi yang stabil, meningkatkan efisiensi dalam berbagai aktivitas operasi, serta membantu memperkuat kedaulatan energi di tanah air.
“Kinerja selama tiga bulan tahun 2025 menunjukkan kesulitan yang dialami dalam bidang batubara, terutama karena penurunan harga jual. Perusahaan masih bertahan pada pendekatan keragaman dengan semakin memperluas investasi ke area bukan batubara seperti pertambangan, sumber daya energi alternatif dan terbarukan, serta otomotif listrik. Kebijakan kita menggunakan 94% dari anggaran modal untuk proyek-proyek diluar batubara mencerminkan komitment perusahaan menjelajahi era low carbon,” ungkap Arsjad.
Penurunan performa pun dirasakan oleh entitas anak usaha milik Garibaldi ‘Boy’ Thohir, yakni PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI), yang bergerak di sektor batubara.
Menurut laporannya, AADI mencatatkan penghasilan senilai US$1,16 miliar. Angka tersebut berkurang 11,42% dari jumlah pada masa serupa di tahun sebelumnya yaitu US$1,31 miliar.
AADI pun telah mengumumkan bahwa keuntungan bersih mereka menurun sebesar 29,19% di triwulan pertama tahun 2025, menjadi US$195,9 juta atau setara dengan kurang lebih Rp3,24 triliun. Pada interval waktu yang sama di tahun sebelumnya, keuntungan bersih AADI berjumlah US$276,7 juta.
Penurunan performa juga terjadi di kalangan perusahaan afiliasi grup Bakrie dan grup Salim, yakni PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Pada kuartal pertama tahun 2025, BUMI melaporkan pendapatan senilai US$348,7 juta. Angka tersebut meningkat sebanyak 12,14% dibandingkan dengan angka yang dicatatkan pada semester serupa tahun sebelumnya yaitu US$311,01 juta.
Laba periode berlangsung yang bisa diserahkan kepada pemegang saham utama BUMI menurun tajam sebanyak 73,6% menjadi US$17,9 juta, atau kira-kira Rp297,9 miliar. Angka laba bersih ini lebih rendah dibandingkan dengan angka pada masa serupa tahun sebelumnya yaitu US$67,6 juta.
Dalam kondisi menurunnya performa perusahaan pertambangan batubara, entitas yang dimiliki oleh tycoon asal Singapura, Low Tuck Kwong, yakni PT Bayan Resources Tbk. (BYAN), malah mengalami peningkatan dalam hal kinerjanya.
BYAN mencatatkan pendapatan meningkat sebesar 15,74% menjadi US$890,14 juta di kuartal I/2025, dibandingkan dengan US$769,12 juta pada periode tahun sebelumnya.
Pada kuartal awal tahun ini, keuntungan bersih BYAN pun mengalami peningkatan sebanyak 3,45%, mencapai angka US$217,9 juta, dibandingkan dengan US$210,64 juta di interval waktu yang serupa tahun lalu.
Performa Perusahaan Pertambangan Batubara Triwulan I/Tahun 2025
Emiten | Pendapatan Kuartal I | Perubahan | Laba Bersih Kuartal I | Perubahan | ||
2025 | 2024 | 2025 | 2024 | |||
PTBA* | 9.958.441 | 9.409.583 | 5,83% | 391.479 | 790.940 | -50,50% |
ADMR | 199.937 | 274.535 | -27,17% | 65.450 | 116.046 | -43,60% |
AADI | 1.164.437 | 1.314.579 | -11,42% | 195.996 | 276.793 | -29,19% |
BUMI | 348.777 | 311.015 | 12,14% | 17.866 | 67.639 | -73,59% |
BYAN | 890.149 | 769.126 | 15,74% | 217.910 | 210.642 | 3,45% |
INDY | 489.598 | 567.322 | -13,70% | 2.899 | 20.114 | -85,59% |
Disediakan dalam ribuan dolar AS | ||||||
*Disajikan dalam jutaan rupiah |
Analyst JP Morgan Arnanto dalam laporannya mengestimasi bahwa harga batubara di Indonesia kemungkinan masih akan lesu untuk periode sekarang. Bank tersebut juga tidak mendeteksi ada pemicu tertentu dalam jangka pendek yang bisa membawa perubahan pada kecenderungan ini tanpa intervensi dari segi pasokan.
Sebaliknya, informasi terkini mencerminkan penurunan impor batubara dari Cina sebesar 6% secara year-on-year di bulan Maret 2025, hal ini bermakna bahwa harga dalam negeri menjadi lebih menarik daripada opsi impor, situasi tersebut tidak baik untuk industri batubara Indonesia.
JP Morgan memperhatikan bahwa saham ITMG dan PTBA masih kuat meskipun ada fluktuasi pasar belakangan ini sejak Pembebasan Hari Raya pada tanggal 2 April 2025. Saham-saham tersebut telah melampaui indeksIHSG dengan kenaikan lebih dari 5 persen.
“Kejadian ini tetap berlangsung walaupun harga batubara secara konsisten mengalami penurunan pada interval waktu tersebut. Kami yakin para investor lokal sedang mencari tempat perlindungan aman di perusahaan-perusahaan batubara yang mendapatkan pendapatan dalam dolar Amerika Serikat,” demikian tertulis dalam laporan oleh Arnanto.
Emiten Logam Berpendar
Tepat kebalikan dari performa perusahaan pertambangan batubara, perusahaan-perusahaan penghasil logam di kuartal I/2025 menampilkan hasil yang cemerlang. Laba bersih meningkat bagi para pemain sektor tambang logam serta mineral.
Contoh lain adalah emiten platina PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), yang berhasil meraup pendapatan meningkat tajam sebanyak 203,35%, yaitu senilai Rp26,15 triliun di kuartal pertama tahun 2025. Angka tersebut naik drastis dibandingkan dengan revenue mereka pada periode serupa tahun 2024 yang hanya berada di angka Rp8,6 triliun.
Kenaikan pendapatan ini juga mendukung kenaikan laba bersih ANTM sebanyak 794,05 persen. Laba bersih ANTM melonjak menjadiRp2,13 triliun, naik dari yang semula hanya Rp238,3 miliar.
Direktur Utama ANTAM Nicolas D. Kanter mengatakan bahwa pencapaian yang baik ini disebabkan oleh respon cepat ANTAM terhadap berbagai tantangan di pasaran dan peningkatan efisiensi operasi secara bertahap dan berkesinambungan.
Segmen emas juga menjadi penopang utama kinerja ANTM, dengan capaian pertumbuhan penjualan yang signifikan di kuartal I/2025 sebesar 182%, dengan nilai Rp21,61 triliun. Produk emas menjadi kontributor terbesar penjualan ANTM dengan proporsi 83% terhadap total penjualan ANTM pada kuartal I/2025.
Manajemen ANTM menjelaskan pertumbuhan penjualan emas pada kuartal I/2025, didorong oleh faktor global dan strategi bisnis yang efektif. Kondisi geoekonomi dan geopolitik global meningkatkan permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven.
Di luar ANTM, PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) pun mengalami perbaikan signifikan dalam hal performa selama kuartal pertama tahun 2025. Pada periode tersebut, BRMS meraih pendapatan senilai US$63,3 juta, meningkat tajam 211,5% dibandingkan dengan angka US$20,3 juta di masa serupa tahun sebelumnya.
Sama halnya dengan laba bersih BRMS yang meningkat sampai 303,88% menjadi US$14,46 juta, dari semula US$3,58 juta.
Direktur & Ketua Keuangan BRMS Charles Gobel menyebut bahwa selama kuartal I tahun 2025, perusahaan mencatat peningkatan pada pendapatan, laba usaha, serta keuntungan bersih.
“Penampilan finansial yang terus meningkat itu disebabkan oleh pertambahan produksi emas dari perusahaan cabang kita di Palu, yakni PT Citra Palu Minerals serta kenaikan tarif jual emas,” kata Charles seperti dinyatakan secara resmi pada hari Selasa (29/4/2025).
Performa Perusahaan Pertambangan Logam dan mineral di Kuarter I/Tahun 2025
Emiten | Pendapatan Kuartal I | Perubahan | Laba Bersih Kuartal I | Perubahan | ||
2025 | 2024 | 2025 | 2024 | |||
HRUM | 298.935 | 265.971 | 12,39% | 5.569 | 987 | 464,05% |
BRMS | 63.315 | 20.325 | 211,51% | 14.467 | 3.582 | 303,88% |
ANTM* | 26.151.701 | 8.620.871 | 203,35% | 2.131.188 | 238.374 | 794,05% |
AMMN | 2.124 | 601.550 | -99,65% | -138.763 | 129.056 | -207,52% |
INCO | 206.525 | 229.937 | -10,18% | 21.795 | 6.194 | 251,87% |
NCKL | 7.127 | 6.034 | 18,11% | 1.656 | 1.001 | 65,43% |
Disediakan dalam ribuan dolar AS | ||||||
*Disajikan dalam jutaan rupiah |
Sebelumnya, analis dari Ciptadana Sekuritas, Thomas Radityo, dalam laporannya menyatakan bahwa prospek emas masih menguntungkan untuk jangka waktu sedang sampai panjang. Hal ini diperkuat oleh konflik geopolitik yang tak kunjung usai, kebijakan bank sentral yang kondusif, dan permintaan dunia yang tetap tinggi.
Ciptadana Sekuritas mengestimasikan bahwa harga emas akan berada dalam rentang ratarata US$3.100 per ounce dari tahun 2025 hingga 2027. Ke stabilan ini disebabkan oleh permintaan emas yang tinggi sebagai instrumen perlindungan nilai serta pembelian konstan oleh bank-bank sentral, yang diyakini akan semakin meningkatkan ketertarikan para investor meskipun ada kemungkinan pengetatan kebijakan moneter oleh beberapa negara besar.
Sebaliknya, Thomas mengamati bahwa harga nikel sudah merosot ke titik terendah, namun situasi pasokan berlebih ini masih akan bertahan lama.
“Prospek permintaan untuk logam yang berkaitan dengan kendaraan listrik seperti nikel, kobalt, dan litium turut merosot akibatperlambatan ekonomi di Cina serta peralihannya menuju penggunaan baterai bertujuan besi atau jenis LFP,” jelas Thomas.
Dia juga menyebut bahwa perubahan dalam kebijakan AS paska-Trump yang semakin mendukung energi fosil ikut mendorong penurunan permintaan untuk logam-logam kritis tersebut.