Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI, Letjen (Purn) Yayat Sudrajat memberikan pesan keras kepada Panglima TNI Jenderal Agus Subinyanto.
Peristiwa tersebut berkaitan dengan skandal mutasi Letnan Jenderal Kunto Arief Wibowo, anak dari Wakil Presiden Republik Indonesia nomor 6, Try Sutrisno.
Yayat menilai bahwa penggantian Mayor Jenderal Kunto ini tidak berdasar pada instruksi dari presiden.
Sebab sehari setelah keputusan dikeluarkan, pencopotan Letjen Kunto dibatalkan.
Letnan Jenderal Kunto, yang sebelumnya menjabat sebagai Pangkogabwilhan I, kini diangkat sebagai Staf Khusus dari Ketua Staf Angkatan Darat (KSAD).
Tetapi meski telah dicabut, Kunto masih mempertahankan posisinya seperti sebelumnya.
“Bila pengangkatan tersebut tidak berdasarkan instruksi presiden, melainkan sebagai bentuk pemberontakan, maka diperlukan evaluasi terhadap situasi panglima TNI saat ini, terlebih jika nanti saya mendapatkan informasi bahwa ia sebenarnya menerima perintah dari Solo,” ujar Yayat Sudrajat dalam kutipan video YouTube Hersubeno Point pada hari Rabu, 7 Mei 2025.
Yayat berpendapat bahwa Agus Subiyanto harus dapat menunjukkan teladan yang positif kepada pasukannya.
“Lho panglima TNI adalah yang teratas di TNI, jika ia menunjukkan contoh yang salah, kemana kita harus membimbing TNI ini,” katanya.
Yayat juga menyebut bahwa evaluasi perlu dilakukan terhadap Panglima TNI.
“Pemerlu diadakan investigasi mengenai alasan dia berada dalam keadaan tersebut dan tidak berkonsultasi dengan Presiden,” ujarnya.
Menurut Yayat Sudrajat, sebenarnya saat ini Letjen Kunto belum diberhentikan dari posisinya.
“Apanya bahwa dia menghapusnya bukan berdasarkan instruksi dari presiden, melainkan atas keinginannya sendiri dan bisa jadi perintah dari Wong Solo,” tegasnya.
Menurut Yayat, orang yang dia sebut sebagai ‘wong Solo’ saat ini telah kehilangan jabatan apa pun yang pernah diembannya.
“Sejujurnya, saya tidak mengerti tentang junior saya (Panglima TNI). Meskipun sudah pensiun dengan pangkat bintang tiga dan dia kini berpangkat bintang empat, tetap saja saya bisa memberikan pengingat. Aturannya kita berdua tau kan,” ucapnya.
” Ini sangat berisiko, dia kurang setia sebabPresiden merupakan Pemimpin Tertinggi ABRI,” jelas Yayat.
Dia juga merasa sedih apabila TNI telah mulai digunakan dalam urusan politik.
“Saya selaku kakak kandungmu, Kang Agus Subianto, yang juga berasal dari KopassUS, kenapa sampai kamu berada dalam situasi demikian?” katanya.
Yayat menegur Agus agar tetap berkonsentrasi pada tanggung jawabnya yang sekarang.
“Saudara boleh-boleh saja membantumu menjadi seorang pegawai negeri, namun begitu sudah menempati posisi tersebut, engkau harus berfokus pada kewajiban dan tanggung jawabmu. Hindarilah untuk terlibat dalam urusan politik pribadi,” tegasnya.
Dorong Ganti Mesin
Senada dengan Yayat, Mantan Kabais Laksamada Muda (purn) Soleman B Ponto menyinggung perlunya ‘ganti mesin’ di internal TNI.
“Mudah untuk diperbaiki, cukup ganti mesinnya. Entah itu dengan menggantikan mesin atau merombak semuanya, sebab sangat sulit bagi kami untuk melakukan perbaikan. Kalau harus memperbaikinya lagi, mungkin lebih baik langsung diubah.” kata Soleman saat tampil dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV pada hari Senin (5/5/2025).
“Di militer, setiap kesalahan pasti mendapat sanksi, hal tersebut tidak dapat dicegah. Ini merupakan masalah besar yang berdampak luas terhadap negara,” tambahnya.
Soleman tidak memberikan penjelasan tambahan yang rinci tentang pernyatannya mengenai penggantian mesin di tubuh TNI tersebut.
Dia hanya menegaskan bahwa perlu adanya usaha pemulihan untuk TNI.
Oleh karena ada berbagai perdebatan tentang TNI akhir-akhir ini.
“Jadi ini harus segera, karena kita dalam situasi tidak baik-baik saja, sudah kedua kali terjadi, jangan sampai ketiga kali. Makanya harus ada rescue namanya, bagaimana rescue ini supaya ini tidak terjadi kembali,” ujar Soleman.
Mengenai kegagalan terjadinya mutasi untuk Letjen Kunto, dia merasakan bahwa ada suatu sistem dalam TNI yang pada kenyataannya tidak berfungsi dengan baik seperti semestinyanya.
Sebab sebelum adanya putusan mengenai mutasi dan rotasi perwira berpangkat tinggi, diperlukan tahapan yang cukup lama di Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).
“Bila hal ini terjadi secara mendadak demikian, tentunya kita tak dapat menganggapnya sebagai suatu kejadian biasa, tetapi justru merupakan suatu hal istimewa,” kata Soleman.
“Saya merasakan hal ini sebagai dampak dari UU TNI yang mengubah masa kerja sehingga waktu pensiun menjadi lebih lama. Orang-orang di posisi rendah malas-malasan, jadi kami berencana untuk mendorong orang-orang di puncak agar mundur lebih cepat, supaya kesempatan promosi bagi kami juga datang dengan cepat,” tambahnya.
Ikuti kanal Tribunnews Bogor di WhatsApp dengan menekan tautan ini:
https://whatsapp.com/channel/0029VaGzALAEAKWCW0r6wK2t